Pojok Dosbi 1

MODERASI DALAM KELAS BAHASA INGGRIS DI PAPUA

(Source: Buku Chapter ” Catatan Moderasi Beragama Di Papua”)

Rahmawansyah Sahib

Tadris Bahasa Inggris, IAIN Fattahul Muluk Papua

A. Pendahuluan

            Perbincangan tentang moderasi hari ini selalu menjadi topic yang hangat untuk didiskusikan serta dikaji demi paripurnanya pemahaman di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, khususnya di Indonesia bagian timur, Papua. Sebagaimana tulisan ini akan menjadi salah satu pecahan yang akan melengkapi koleksi literature tentang konsep moderasi di indonesia. Dimana konsep moderasi yang dikenal dalam sebuah istilah “moderasi beragama” yang sekaligus pada tahun 2019 dicanangkan sebagai tahun moderasi beragama(Saifuddin, 2019). Dengan harapan moderasi beragama harus menjadi arus utama dalam membangun Indonesia. Dalam beberapa kajian tentang moderasi beragama seperti dalam (Suharto & Et.all, 2019) menjelaskan bahwa wacana Islam moderat disebut-sebut sebagai salah satu karakteristik Islam Nusantara. Oleh karena itu moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelolah dan mengatasi perbedaan yang ada. Hal tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan penulis memilih Papua sebagai setting dari fenomena penerapan konsep moderasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam aktifitas pengajaran dan pembelajaran di kelas bahasa inggris sebagai bahasa asing. Karena tidak dapat di pungkiri bahwa Provinsi Papua memiliki sesuatu yang tidak ada di wilayah provinsi lain yang ada di Indonesia. Dimana kehidupan masyarakat yang multicultural, dari berbagai macam suku, etnis, budaya, agama, dan tentu saja bahasa lokal semua ada di wilayah Papua.  Sehingga pengajar dapat bersentuhan dengan realitas perbedaan yang ada di Papua.

            Sebuah konsep moderasi telah dipahami oleh berbagai pemikir dan peneliti. Seperti, Geneive Abdo, seorang jurnalis Amerika yang berasal dari Timur Tengah, mengemukakan frasa Islamis moderat sebagai lawan dari Islamis garis keras (Hoveyda, 2001). Pada kajian lain, teori rekonstruksi diturunkan dari teori moderasi, yang lebih sering diterapkan pada segmen politik dan sosial. Namun, teori moderat lebih cenderung dikaitkan dengan sikap individu atau kelompok terhadap dua alternatif. Sehingga moderasi (wasathiyah) adalah “kemampuan ummat islam dengan keadilan dan kebaikannya, untuk memberikan kesaksian pada seluruh semesta dan memberikan hujjah atas mereka” (Ash-Shallabi, 2020).

            Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan bahwa selain konsep moderasi dalam beragama, konsep moderasi juga telah terimplementasi dalam dunia pendidikan khusunya pada setting ruang kelas universitas di wilayah Indonesia bagian timur yakni Jayapura Papua. Terlepas sebagai wujud dari penerapan konsep moderasi beragama dalam kurikulum di sekolah madrasah. Penerapan moderasi beragama pada kurikulum madrasah juga menjadi pembeda dari sekolah umum. Bagaimanapun moderasi dalam dunia pendidikan tercermin dalam proses pengajaran dan pembelajaran di kelas. Layaknya dalam proses pengajaran di kelas bahasa inggris. Konsep moderasi menjadi satu alternatif yang sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh dosen selaku pendidik dan mahasiswa selaku peserta didik di ruang perkuliahan pada sekolah tinggi yang ada di wilayah Papua. Hal tersebut tergambar dalam (Hanafi Pelu et al., 2022) studi tentang proses instruksional berbasis moderasi dalam pengajaran bahasa inggris sebagai bahasa asing dapat menumbuhkan pendidikan yang bersifat demokrasi. Dimana memberikan kontribusi pengetahuan professional bagi pengajar dan wawasan bagi pembuat kebijakan dan membantu meningkatkan kualitas pengajaran bahasa inggris.

            Pentingnya pengkajian secara komprehensif tentang konsep moderasi oleh para akademisi dimaksudkan agar menjadi prinsip dalam memberikan perlakuan yang lebih baik dan setara. Perlakuan terkait bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada mahasiswa dengan berbagai macam karakter dan gaya belajar. Perlakuan tersebut tentu saja akan tercipta jika konsep moderasi (wasathiyyah) dapat diterapkan selama proses pengajaran berlangsung. Dimana konsep kehidupan moderasi (wasathiyyah) sesuai dengan prinsip ajaran yang terdapat dalam Al Quran seperti toleransi, mengambil jalan tengah, tidak secara ekstrimis, menyelesaikan persoalan dengan jalan syura (musyawarah), musawah (persamaan), dan tanpa kekerasan. Dosen dalam melaksanakan proses perkuliahan tentu harus memperhatikan dan memahami perbedaan gaya belajar dan ragam kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswanya. Usaha tersebut tentu saja merupakan cerminan dari penerapan konsep moderasi dari sisi toleransi. Selain dari itu metode pengajaran yang digunakan oleh dosen tentu saja harus memperhatikan kondisi mahasiswa dan fasilitas penunjang perkuliahan yang tersedia. Hal tersebut menjadi perwujudan dari pelaksanaan proses pengajaran secara moderat atau dengan kata lain tidak mewajibkan sesuatu yang bersifat ekstrimis terhadap mahasiswa, seperti keharusan memiliki fasilitas belajar yang harus sama. Atas dasar perbedaan kemampuan finasial setiap mahasiswa yang berbeda-beda.

            Selain tentang toleransi, mencapai kesepakatan secara musyawarah juga merupakan bagian penting dari sebuah konsep moderasi dalam proses belajar dan mengajar. Karena pada dasarnya proses pembelajaran bahasa inggris yang sekaligus merupakan bahasa asing di Indonesia memerlukan sebuah situasi kelas yang moderat. Bagaimanapun, proses pemerolehan bahasa pertama dan proses akuisisi bahasa asing sangat memiliki perbedaan yang signifikan. Dimana bahasa pertama (B1) diperoleh secara alami dari bahasa ibu atau tempat dimana pertama kali mengenal bahasa. Berbeda dengan bahasa kedua (B2) atau bahasa asing mengacu pada pembelajaran setelah memasuki ruang kelas formal seperti sekolah atau kampus(Zainuri, 2018). Sehingga perlu adanya kesepakatan antara pengajar dan peserta yang mengikuti proses pembelajaran. Antara dosen dan mahasiswa perlu bermusyawarah terlebih dahulu terkait kontrak perkuliahan sekaligus seperti apa atmosfir kelas yang dibutuhkan. Sehingga tercipta satu situasi perkuliahan yang setara dan tidak menguntungkan satu pihak. Tercapai keseimbangan antara kategori mahasiswa yang cepat tanggap dengan mahasiswa yang kurang cepat merespon materi yang dibawakan oleh dosen. Tentu saja perlu ada sikap bijaksana dari seorang dosen dalam memahami perbedaan individu dari setiap mahasiswanya. Karena secara fitrah, manusia adalah zoon politicon, keinginan hidup berdampingan satu sama lain dengan mengedepankan landasan kemanusiaan yang rindu dan cinta akan kebersamaan dan keterpaduan(Siregar, 2019).

            Sejauh ini beberapa studi telah dilakukan oleh para ahli dan peneliti untuk menggambarkan moderasi dalam mengajar. Studi (Hassan, 2011) berfokus pada internalisasi nilai-nilai Islam moderat dalam pendidikan seperti menekankan nilai-nilai moderasi antara kelompok ekstremis sayap kiri (kelompok liberal) dan kelompok ekstremis sayap kanan (kelompok fundamental) dan termasuk kelompok ekstrimis sayap kanan (fundamental group) nilai toleransi, menghargai keragaman, inklusivitas, logika, dan fleksibilitas. (Rohman, 2017) mengungkapkan cara untuk memasukkan pesan-pesan Islami dalam bahan ajar bahasa Inggris. Adapun tiga cara yang dimaksud adalah menulis atau menggunakan buku ajar bahasa Inggris yang disesuaikan dengan pesan-pesan Islami, menggunakan bahan-bahan otentik yang mengandung pesan-pesan Islam, atau menggunakan bahan-bahan pelengkap yang tersedia yang berisi pesan-pesan Islam yang dirancang oleh ELTIS. Guru dan siswa, khususnya di sekolah Islam, membutuhkan sumber daya bahasa Inggris yang memasukkan pesan-pesan Islam ke dalam proses belajar mengajar. Dengan memasukkan karakter Islami ke dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, khususnya bahasa Inggris, diharapkan siswa dapat menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka (Irveanty, 2013). Guru, siswa, dan kepala Madrasah juga mengetahui bahwa mereka membutuhkan materi bahasa Inggris dengan ajaran Islam (Rohman, 2017). Dalam situasi ini, pengajaran bahasa Inggris, khususnya di madrasah, harus dilaksanakan dengan memasukkan ajaran Islam.

            Sebagaimana dalam proses pembelajaran bahasa inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Perlu dipahami bahwa untuk dapat berbahasa dengan baik seseorang harus mampu menguasai 3 kompetensi linguistic diantaranya kompetensi semantic, sintaksis, dan fonologis. Selain dari kompetensi linguistic, juga perlu penguasaan 4 kompetensi berbahasa, yakni listening, speaking, writing, reading. Serta penguasaan 4 komponen berbahasa seperti, tatabahasa, pelafalan, kosakata, dan ejaan. Pada pembelajaran bahasa asing umumnya karena didorong oleh motivasi instrumental: mendapatkan nilai baik, menghindari rasa malu, dan sebagainya. Sebagaimana belajar materi yang lain, belajar bahasa merupakan usaha individual. Dalam memecahkan tugas-tugas kebahasaan setiap siswa menempuh cara, gaya, teknik, atau strategi masing-masing. Sebagai contoh, dalam praktik menghafal dan mengingat kosakata baru, misalnya, pembelajar extrovert akan mengucapkannya diberbagai kesempatan yang sama. Berbeda halnya dengan pembelajar introvert akan menghafal dengan banyak diam. Karena suasana tenang lebih mempermudah penguasaan tugas kebahasaan yang dipelajarinya. Hal tersebut memperjelas bahwa seseorang dalam mempelajari bahasa asing tentu memiliki cara, gaya, dan strategi masing-masing.             Sebagaimana dalam satu kelas pemelajar bahasa inggris terdapat sepuluh pembelajar bahasa. Pada dasarnya terdapat sepuluh variasi minat, motivasi, dan sikap yang berbeda pula. Perbedaan ini bisa pada dosennya, mata kuliahnya, atau pokok bahasannya. Keadaan yang amat menguntungkan adalah jika seorang mahasiswa sebagai pemelajar amat menyukai mata kuliahnya (B2), menyukai topic yang dibahas, menyukai dosennya sebagai pengajar, bahkan menyukai metode dan media yang dipilih. Sebaliknya mahasiswa yang tidak menyukai pembelajarannya, punya sikap negative pada dosennya, sudah pasti tidak akan memiliki minat terhadap materi yang dibawakan, serta media dan metode yang dipilih tidak menumbuhkan motivasi belajar bagi mahasiswanya. Sehingga tentu saja tujuan pembelajaran tidak tercapai. Melalui contoh tersebut perlu dipahami bahwa penting sikap moderat sebagai pengajar di dalam kelas yang tentu saja berhadapan dengan berbagai variasi gaya, dan minat belajar yang bermacam –macam. Dengan penerapan konsep moderasi dalam melaksanakan proses pengajaran bahasa. Dimana semakin memantapkan posisi dosen/pengajar sebagai penengah terhadap berbagai karakter mahasiswa sebagai pemelajar. Maka akan membantu proses pembelajaran menjadi lebih toleran terhadap seluruh mahasiswa atau pemelajar bahasa. Karena mahasiswa meskipun sama-sama sebagai pemelajar bahasa inggris dalam satu kelas yang sama pada dasarnya setiap mahasiswa berusaha mengatasi tugas- tugas bahasanya secara individual. Sehingga semakin penting dosen sebagai pengajar sekaligus penengah dalam menjalankan kelas secara adil dan mempertimbangkan setiap kebutuhan dan kemampuan, serta minat belajar yang bervariasi dari setiap mahasiswanya. Oleh karena itu perlu kita memahami secara komprehensif konsep moderasi dalam proses pengajaran dan pembelajaran di kelas bahasa inggris yang ada di wilayah Papua melalui tulisan yang berjudul “Moderasi dalam Kelas Bahasa Inggris di Papua”.

B. Konsep Moderasi Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris                                                                     

            Sebuah konsep moderasi (wasathiyah) sebagaimana dikatakan oleh para pemikir islam, sebagai pertengahan antara dua hal, dan tentunya tidak menggampangkan sesuatu dalam beragama (tasahul), dan tidak bersikap (tanazul) menyingkirkan yang dianggap berat. Moderasi atau wasathiyah perlu kita pahami secara teliti bahwa dikatakan wasathiyah ketika di dalamnya memenuhi dua sifat(Ash-Shallabi, 2020):

  • Al-Khairiyah (keuatamaan) dan apa saja yang menunjukkan dan mengarah ke sana, seperti kata afdhal (yang utama), a’dal (yang paling adil) atau adil.
  • Al-bayniyah (ada diantara dua hal), baik secara inderawi atau maknawi. 

            Sebagaimana (Ash-Shallabi, 2020) menjelaskan bahwa setiap wasathiyah pasti di dalamnya terkandung khairiyah (keutamaan), bukan sebaliknya. Oleh Karena itu bersama khairiyah pasti di dalamnya terkandung al-bayniyah (ada diantara dua hal), hingga dia bisa disebut wasath (tengah). Demikian halnya dengan bayniyah, tidak setiap dua benda atau beberapa benda dianggap diposisi pertengahan, walaupun berada di tengah. Sebab pertengahannya mungkin hanya bersifat inderawi atau maknawi. Namun perkara yang disifati wasathiyah (moderasi) maka wajib untuk berada di tengah (bayniyah) secara inderawi dan maknawi.Maka dapat disimpulkan bahwa setiap perkara yang memilki sifat khairiyah dan bayniyah, barulah dapat disebut sebagai wasathiyah.

            Senada halnya dengan penerapan konsep moderasi beragama, konsep moderasi dalam praktik pengajaran di kelas bahasa inggris menjadi hal yang tak kalah penting untuk dipahami secara komprehensif. Mengajar dengan kaidah moderasi akan mewadahi seluruh potensi mahasiswa secara adil. Karena akan memberikan ruang toleransi bagi setiap perbedaan kemampuan dalam menguasai kompetensi berbahasa. Memahami kekurangan mahasiswa yang dianggap berbeda dengan mahasiswa yang lainnya, bukan berarti mengistimewakan salah satu pihak. Akan tetapi berusaha mempelajari tingkat kebutuhan setiap mahasiswa yang hadir di kelas. Karena sebagaimana disampaikan oleh (Ash-Shallabi, 2020) perkara moderasi (wasathiyah) harus mengandung dua sifat yakni sifat khairiyah dan bayniyah. Yang berarti menghadirkan keadilan dan tidak mengabaikan keutamaannya. Seperti halnya yang terjadi dalam pengajaran bahasa inggris pada level universitas di Papua. Kelas bahasa inggris yang dihadiri oleh mahasiswa yang memiliki latar belakang suku, etnis, budaya, agama, dan tentunya jenis bahasa lokal yang berbeda. Hal tersebut tentunya menghadirkan kemajemukan antar mahasiswa di dalam kelas. Kemajemukan tersebut tidak harus menjadi kendala dalam mengikuti pembelajaran bahasa inggris yang merupakan bukan bahasa sehari-hari dari masyarakat Indonesia. Tetapi kemajemukan dapat menjadi kekuatan sekaligus asset yang perlu kita pertahankan bersama. Kondisi masyarakat Papua telah memiliki hal tersebut. Oleh karena itu penerapan konsep moderasi sudah tentu menjadi pilihan tepat untuk diterapkan di setiap rentetan aktifitas pengajaran dan pembelajaran oleh dosen dan mahasiswa di kelas bahasa inggris di Papua.

            Moderasi dalam kelas bahasa inggris sekaligus menjadi inti perbincangan dalam tulisan ini tentu menjadi informasi yang dibutuhkan oleh para dosen dan mahasiswa dalam rangka menciptakan atmosfir kelas yangn moderat tanpa mengesampingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atmosfir kelas bahasa inggris yang moderat adalah kelas yang diselenggarakan oleh dosen yang memperhatikan kaidah-kaidah wasathiyah dalam melakukan proses transfer pengetahuan kepada mahasiswa. Apalagi ketika mahasiswa yang hadir mengikuti pembelajaran terdiri dari berbagai latarbelakang suku yang berbeda-beda. Dalam satu kelas yang sama dan mempelajari topic bahasan yang sama belum tentu memiliki kemampuan pemahaman yang sama pula. Sebagaimana yang kita pahami bersama bahasa inggris merupakan bahasa asing di Indonesia. Proses penguasaan bahasa yang tidak digunakan dalam aktifitas sehari-hari tentu akan menjadi tidak mudah dalam penguasaannya. Karena sesuai yang disampaikan(Zainuri, 2018) bahwa bahasa kedua (B2) atau bahasa asing mengacu pada pembelajaran setelah memasuki ruang kelas formal seperti sekolah atau kampus. Bahasa inggris, di Indonesia tidak di akuisisi secara alami layaknya bahasa ibu.

            Oleh karena itu moderasi dalam menyelenggarakan pengajaran dan pembelajaran akan menghadirkan suasana kelas yang moderat. Suasana moderat atau adil tentunya menjadi hal yang didambakan oleh seluruh pelaksana pembelajaran (dosen dan mahasiswa). Suasana yang mengandung unsur wasathiyah akan melahirkan keadilan bagi pemelajar yang hadir di kelas tersebut.  Keadilan akan hadir ketika dosen mampu mengakomodasi pembelajaran untuk setiap jenis mahasiswa pemelajar bahasa yang hadir. Mengakomodasi berarti membawakan materi dengan metode yang dapat diterima oleh seluruh mahasiswa baik itu mahasiswa dengan tingkat pemahaman yang cukup maupun mahasiswa dengan kemampuan sedang serta kurang. Karena wasathiyah memiliki khairiyah dan bayniyah, sehingga dengan khairiyah proses pengajaran yang terjadi harus memastikan bahwa materi tersampaikan kepada mahasiswa yang memilki kompetensi sedang dan kurang. Karena keadilan seorang dosen adalah kemampuan menengahi perbedaan karakter dan minat belajar dari mahasiswanya. Hal tersebut tentunya harus disertai dengan pemilihan metode dan media yang sesuai dengan kondisi variasi karakter mahasiswa yang hadir di kelas. Usaha memahami proses moderasi dan bagaimana penerapannya di kelas juga sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Moderasi adalah proses di mana guru atau siswa berbagi dan meningkatkan pemahaman mereka tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran dengan menganalisis sampel dari berbagai jenis dan kualitas pekerjaan siswa dan membandingkannya dengan standar dan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Sekolah dapat menggunakan moderasi untuk menyelaraskan kurikulum, pedagogi, penilaian, dan pelaporan ((VCAA), 2002). Secara sederhana moderasi mampu diimplementasikan mulai level perencanaan, pelaksanaan pengajaran, evaluasi, dan penilaian.

  1. Implementasi Moderasi dalam Perencanaan

            Konsep moderasi di dalam kelas bahasa inggris bermula dari sebuah desain perencanaan. Dimana perencanaan desain pengajaran oleh pengajar tertuang dalam sebuah dokumen rencana pembelajaran (lesson plan). Untuk mampu menerapkan pengajaran yang moderat tentunya harus mendesain rencana yang memuat kaidah moderasi. Dimana sesuai pemaparan sebelumnya bahwa perkara moderasi idealnya memuat sifat keadilan antara dua sisi baik secara maknawi atau inderawi dan harus memperhatikan keutamaannya. Dalam studi terdahulu (Hanafi Pelu et al., 2022; Hanafie Pelu et al., 2021)menemukan bahwa pengajar bahasa Inggris selalu mempertimbangkan modifikasi dalam merumuskan indikator dan tujuan   pembelajaran   dalam   pengajaran   berbasis   moderasi   dalam   pengajaran   bahasa   Inggris. Hal demikian secara sederhana dipahami beriku ini;    

  • Dalam merumuskan  indikator  dan  tujuan  pembelajaran,  guru  selalu  bersikap  adil,  tidak  memihak  salah  satu  atau sekelompok siswa
  • Disesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan siswa dan lingkungan serta fasilitas sekolah, tidak berlebihan
  • Dan selalu memastikan tujuan yang ingin dicapai tidak mencerminkan hal-hal yang mengandung kekerasan.

            Pengajar bahasa Inggris harus mempertimbangkan modifikasi dalam merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran. Dimana perumusan indicator, tujuan, media, dan metode pembelajaran, guru selalu bersikap adil, tidak memihak salah satu atau sekelompok siswa, serta penyesuaian dengan kondisi siswa dan lingkungan serta fasilitas sekolah, tidak berlebihan, dan menjauhi tujuan yang ingin dicapai yang mengarah pada kekerasan. Modifikasi dilakukan secara fleksibel dengan melihat situasi pemelajar, situasi fasilitas, dan tempat dimana pembelajaran berlangsung. Secara fleksibel guru melakukan penyesuaian kecil maupun besar agar mampu mengakomodasi pemelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Secara tidak langsung penerapan konsep moderasi memberikan ruang cukup bagi pemelajar untuk mempelajari materi secara merdeka. Seperti halnya dalam konteks kelas bahasa inggris di salah satu sekolah tinggi negeri yang ada di jayapura. Dimana kelas tersebut terdiri atas mahasiswa yang berasal dari berbagai macam suku, budaya, dan perbedaan bahasa lokal. Kemajemukan tersebut tentu bukan hal mudah bagi setiap pengajar untuk mengakomodasi sekaligus dalam setiap pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman secara moderat bagi dosen dalam merumuskan rencana pengajaran yang dapat mewadahi berbagai macam karakter dan gaya belajar yang bervariasi. Perbedaan yang ada tidaklah menjadi hambatan, dan tidak pula harus disamakan. Namun perbedaan menjadi kelebihan bagi dosen dalam mempersiapkan rencana ajar dengan berbagai perskpektif yang nantinya dapat menyatukan seluruh perbedaan dalam kelas tersebut.

            Dalam penjelasan lain juga dijelaskan (Khamdan, 2009) bahwa menganalisis proses integrasi nilai-nilai Islam yang berfokus pada desain RPP, bahan ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian. Ditemukan bahwa pengintegrasian nilai-nilai Islam dilakukan dalam rencana pembelajaran, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Pada bagian materi pembelajaran, integrasi dilakukan dengan melampirkan ayat-ayat Al-Quran atau ayat-ayat hadits yang relevan dengan topik/materi. Sedangkan pada bagian kegiatan pembelajaran, integrasi dilakukan dengan membuat daftar kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang akan dilakukan selama proses belajar-mengajar. Sakrani (2018) juga menemukan bahwa nilai-nilai Islam dalam bentuk beriman dan bertakwa lebih dominan dan secara tidak langsung terintegrasi dengan RPP, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian. Strategi integrasi tersebut berupa dedikasi dan akomodasi serta resistensi terhadap kebijakan nasional yang berpihak pada Islam. Integrasi nilai-nilai islam merupakan salah satu wujud dari penerapan moderasi dalam kelas. Karena sebagai pengajar dan pemelajar yang sadar akan tujuan dari konsep moderasi yakni keadilan dan kesetaraan dibarengi dengan sifat khairiyah dan bayniyah.

            Khairiyah(keutamaan)dan bayniyah(pertengahan) yang dimaksud di sini tampak pada keutamaan yang terkandung pada apa yang akan pemelajar peroleh dari hasil pembelajaran di kelas. Rencana pembelajaran yang didesain harus betul mempertimbangkan setiap karakter dari pemelajar. Tidak secara ekstrim dalam memutuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh tiap pembelajar. Adapun tingkat kesulitan materi sudah jelas merupakan bagian dari konsep pemahaman yang telah didesain dalam kurikulum. Untuk menguji seberapa jauh pemahaman dan kemampuan pemelajar terhadap materi yang dikuasainya. Oleh karena itu sesulit apapun materi yang akan disajikan, seorang pengajar harus secara adil merumuskan metode yang mampu diterima oleh setiap pembelajar. Secara tidak langsung ketika metode dan media sesuai dengan kondisi mahasiswa. Maka akan tercipta situasi yang menyenangkan dalam mempelajari segala materi yang disiapkan. Hal tersebut ketika mengandung keadilan (al-‘adl) pasti akan ada kebaikan (al-khiyar) sehingga akan menghadirkan yang namanya moderasi (wasathiyah). Keadilan tentu saja berhubungan dengan pertengahan kedua sisinya yang sekaligus bermakna bayniyah.

  • Implementasi Moderasi dalam Proses Pembelajaran

            Pengajaran bahasa inggris yang melibatkan konsep moderasi adalah proses penyampaian materi yang menjunjung tinggi keadilan bagi pemelajarnya. Situasi pembelajaran yang moderat dapat tercipta ketika pemelajar bahasa secara merdeka dalam mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran. Situasi yang dimaksud dapat tercipta ketika pengajar dosen atau guru dalam menyampaikan materi senantiasa mengawali materi dengan mengaitkan apa yang menjadi kebutuhan dari pemelajar. Selain berbasis apa yang dibutuhkan, mengaitkan materi dengan pengalaman yang dijalani dalam kehidupan rutinitas dari pemelajar menjadi hal yang menciptakan suasana yang bersahabat dan merdeka dalam belajar. Tentunya membawakan materi secara kontekstual dengan lingkungan pemelajar tanpa melibatkan sesuatu yang ekstrim dan dapat menyinggung perasaan pemelajar. Memperhatikan perasaan mahasiswa/siswa yang kita ajar merupakan kandungan dari sifat toleransi sekaligus merupakan cerminan dari konsep moderasi.

            Proses pembelajaran bahasa inggris melibatkan 4 kompetensi berbahasa, yakni, mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca. Proses penguasaan 4 kompetensi tersebut tentu tidaklah secara instan. Adapun penerapan konsep moderasi dalam mempelajari empat kompetensi tersebut memerlukan sifat keadilan, toleransi, dan keseimbangan. Dimana type pemelajar bahasa memiliki beragam minat dan kemampuan. Ada pemelajar yang lebih mampu dalam menguasai kemampuan mendengarkan dan kurang menguasai kemampuan berbicara, menulis, dan membaca, begitu sebaliknya. Ada pemelajar bahasa yang unggul dalam kemampuan berbicara namun lemah dari segi penguasaan tata bahasa inggris. Ada pemelajar gemar dalam menulis namun lemah dalam kemampuan mendengarkan bahasa inggris. Serta adapula pemelajar yang mampu menganalisis tata bahasa inggris, dan memiliki kosa kata yang lumayan banyak akan tetapi selalu kesulitan dalam praktik berbicara dalam bahasa inggris. Berdasarkan berbagai macam pengalaman dan variasi kesulitan serta keunggulan para pemelajar semakin memperjelas bahwa konsep moderasi sangatlah penting. Moderasi dapat mengakomodasi kebutuhan serta kekurangan pemelajar dengan penerapan sifat toleransi, tidak membeda-bedakan mahasiswa, dan menciptakan perlakukan yang seimbang.  Seimbang dalam hal memberikan pengajaran dengan memilih media atau metode yang mampu menghadirkan antusiasme mahasiswa dalam belajar bahasa inggris. Senada halnya dengan pemilihan metode dan media yang tepat. Maka tidak akan menciptakan perbedaan kecil maupun besar selama proses pembelajaran.            

            Proses pengajaran yang moderat melibatkan adanya prinsip keseimbangan dalam mengawali topic pembahasan. Dimana pengajar mengawali dengan pernyataan yang berhubungan dengan pengalaman pemelajar. Kemudian, menciptakan keseimbangan dengan memberikan kesempatan yang adil kepada setiap mahasiswa /pemelajar dalam menyampaikan pengalaman yang dimilikinya. Setelah itu memaparkan apa topic bahasan serta relasi antara pengalaman yang dipaparkan dengan  materi yang akan dibawakan oleh pengajar. Selanjutnya setelah mahasiswa memahami konsep awal materi, baru kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal tersebut dimaksudkan untuk memotivasi pemelajar kemudian mengajukan pertanyaan yang menantang agar siswa aktif berdiskusi secara wajar tanpa bias dan menimbulkan keributan atau kekerasan. Praktik pengajaran tersebut mencerminkan strategi yang digunakan pengajar sangat sesuai dengan konsep moderasi. Dimana menitiberatkan pada aspek keadilan untuk pemelajar bahasa dalam menyampaikan gagasannya, keseimbangan dalam pemaparan materi ajar yaitu pemelajar mendapat kesempatan yang sama dalam menyampaikan pengalamannya, serta aspek toleransi terhadap apa makna yang disampaikan oleh pemelajar. Bagaimana pemelajar yang memiliki skill sedang dan kurang tetap terakomodasi dalam hal kesempatan berbicara.    

            Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok secara wajar, tidak memihak salah satu siswa atau kelompok. Serta tidak menimbulkan kegaduhan di dalam kelas, yang dipicu oleh kemampuan siswa yang bervariasi. Menjauhkan hal yang berbau diskriminatif terkait kemampuan yang dimiliki antara mahasiswa dengan kompetensi baik dan mahasiswa yang berada dibawah rata-rata. Sebuah usaha menyampaikan materi ajar secara adil kepada seluruh pemelajar bahasa inggris merupakan cerminan moderasi. Keadilan, keseimbangan, dan tolerasi yang berarti berada di tengah. Dosen mampu menengahi perbedaan minat pemelajarnya. Tidak memihak berarti tidak menciptakan sekat antara mahasiswa dengan kemampuan berbahasa inggris aktif dengan mahasiswa yang minim kosakata. Menetapkan regulasi pengajaran yang wajar. Hal yang dimaksud adalah regulasi terkait kewajiban mahasiswa dalam menguasai kosa kata berbahasa inggris, serta sebuah tindakan berlebihan yang mungkin terasa ekstrim oleh sebagian mahasiswa. Termasuk dimana keharusan dalam memiliki sebuah buku referensi tertentu yang memerlukan usaha lebih/ harga mahal dalam mengaksesnya. Dan senantiasa menjauhkan sesuatu yang mengundang kekerasan atau hal yang berbau ekstrimisme.

            Bagaimanapun proses pembelajaran bahasa inggris di wilayah Indonesia bagian timur memiliki banyak keunikan. Dimana hal unik tersebut menjadi kekuatan bagi dosen dan mahasiswa untuk dapat bersentuhan langsung dengan realitas perbedaan yang ada di Papua. Karena Papua memiliki masyarakat yang beragam dan startegis berdasarkan konteks masyarakatnya. Oleh karena itu menjadi moment yang tepat untuk dapat mewujudkan penerapan moderasi dalam pembelajaran bahasa inggris sebagai bahasa asing di Papua. Melalui konsep moderasi dalam mengajar akan menjadikan perbedaan sebagai investasi yang akan berguna dalam memperkaya khasanah pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya menjaga kebersamaan. Sehingga kebersamaan akan melahirkan sikap toleransi, kadilan, dan keseimbangan.           

  • Implementasi Moderasi dalam Proses Evaluasi

            Moderasi tidak hanya penting dalam perkara perencanaan, pelaksanaan pembelajaran tetapi juga penting dalam menjamin integritas tugas evaluasi dari proses pembelajaran. Moderasi adalah proses di mana guru berbagi, mendiskusikan, dan menyetujui harapan untuk keberhasilan dan kemajuan pemelajar dalam kurikulum. Bagian ini fokus memberikan informasi terkait implementasi konsep moderasi khususnya pada desain penilaian dan titik tahap penilaian, mengidentifikasi dan meningkatkan kesulitan validitas dan reliabilitas penilaian. Moderasi tentu sangat mempengaruhi prosedur penilaian. Dalam menilai pengetahuan siswa, dengan proses moderasi, guru juga menilai perubahan sikap dan perilaku siswa secara objektif, adil, tidak memihak, tanpa mempermasalahkan nilai yang telah diberikan. Hal ini karena guru secara normatif menilai hasil belajar secara keseluruhan yang berasal dari nilai harian, aktivitas siswa, tugas, dan proyek, serta ujian tengah semester dan akhir semester. 

            Sebagaimana dalam penerapan moderasi terhadap identifikasi kompetensi siswa sangat penting untuk menjamin keseimbangan bentuk evaluasi. Adapun metode yang mencakup penanaman tujuan pembelajaran dan pemberdayaan siswa untuk menentukan kesuksesan bagi diri mereka sendiri. Untuk mencapainya dilakukan dengan evaluasi sampel hasil pekerjaan siswa (dianonimkan), penggunaan rubrik untuk penilaian sendiri atau penilaian sejawat, atau pembuatan tujuan pembelajaran bersama. Sebelum penilaian, perlu untuk menetapkan konsensus tentang apa yang merupakan pencapaian standar dan untuk mempersiapkan program belajar mengajar. Sebagai alat penilaian untuk menentukan pemahaman siswa, melacak progres dan membuat modifikasi yang diperlukan untuk program pembelajaran. Setelah penilaian, untuk memastikan penilaian guru konsisten dan kriteria kurikuler terpenuhi(Hanafie Pelu et al., 2021).

            Dalam proses aktifitas di kelas pengajar bahasa mengenal moderasi sebagai toleransi, keadilan, dan keseimbangan. Tiga hal tersebut harus dipahami secara mendalam oleh guru terkusus dalam kelas bahasa inggris. Hal pertama yang harus dipahami adalah toleransi. Toleransi dapat diaplikasikan dengan memberikan kesempatan kepada pemelajar menjawab pertanyaan atau berkomentar sesuai dengan kemampuan berbahasa inggris yang dimiliki. Pengajar tentu harus mengapresiasi apa yang diucapkan oleh pemelajar sebagai bentuk moderasi seorang guru terhadap usaha pemelajar dalam mengekspresikan kemampuannya meskipun dalam kondisi bahasa inggris yang pasif. Selain itu, dalam proses evaluasi kemampuan berbahasa inggris seperti kemampuan berbicara. Pengajar sebaiknya mampu memberikan ruang yang sesuai bagi setiap pemelajar, khususnya pemelajar bahasa yang passif. Pengajar dapat lebih toleransi dari segi penambahan waktu belajar atau penentuan metode evaluasi. Hal yang perlu kita perhatikan pula adalah perumusan soal ujian dalam bentuk pertanyaan ataupun instruksi ujian praktik. Tentunya harus menghindari perumusan soal dengan tingkat kemudahan dan kesulitan yang ekstrim. Serta menghindari penetapan standar penilaian yang tidak memperhatikan tingkat kemampuan pemelajar. Senada halnya dengan penerapan sikap toleransi dalam mengevaluasi pemelajar bahasa di papua. Pengajar harus memiliki tingkat kebijaksanaan yang moderat. Karena kondisi pemelajar yang serba beragam, baik dari segi kemampuan berfikir, dan kondisi ketersediaan fasilitas belajar yang minim, serta kondisi literasi digital yang berbeda-beda. Sehingga proses evaluasi dan penilaian harus berbasis moderasi.

            Kedua adalah keadilan, cerminan dari keadilan seorang pengajar dapat tercipta dari sistem pembagian group diskusi atau group belajar. Dimana pengaturan group, menggabungkan pemelajar dengan kapasitas lebih bersama pemelajar yang kemampuan rendah. Sehingga tercipta keadilan baik dari segi peluang belajar maupun output yang diperoleh dari hasil saling berbagi dan saling menolong di dalam group belajar. Dalam konteks penilaian, pengajar dapat menilai pencapaian secara berkelompok dan mandiri berdasarkan hasil kerja dalam satu group. Dan hasil penilaian secara mandiri dapat melalui kegiatan tambahan secara mandiri berupa remedial bagi pemelajar yang memerlukan. Ketiga adalah keseimbangan, hal termasuk bagian penting dari konsep moderasi dalam melakukan evaluasi berbahasa di Papua. Menciptakan situasi yang setara adalah hal yang mampu menjaga situasi dan motivasi belajar dari pemelajar bahasa. Seperti halnya dalam menguji kemampuan berbicara bahasa inggris, mahasiswa yang memiliki kompetensi berbicara baik akan terasa mudah dalam berbicara tentang tema apapun. Karena di dukung kompetensi perbendaharaan kosa kata yang cukup. Berbeda halnya dengan mahasiswa dengan kemampuan rendah. Tentunya pengajar harus lebih peka dalam mendeteksi tingkat kompetensi setiap pemelajar. Agar dapat memberikan instruksi dengan tema yang sesuai dengan kemampuan kosa kata yang dimiliki. Agar pemelajar tidak merasa tersisihkan dan tercipta keseimbangan. Sebagai bentuk moderasi dalam mengevaluasi wajib melakukan kegiatan tindak lanjut bagi pemelajar dengan kategori rendah. Perlu adanya semacam tugas tambahan dalam bentuk perbaikan dan peningkatan kosa kata. Tujuan moderasi dalam penilaian adalah untuk memastikan bahwa keputusan konsisten, valid, dan berbasis bukti.       

C.TRANSLANGUAGING WUJUD MODERASI DI KELAS BAHASA INGGRIS

            Dalam pengajaran bahasa inggris sebagai bahasa asing terdapat berbagai fenomena berbahasa yang terjadi antara dosen dan mahasiswa di kelas. Salah satu fenomena yang merupakan bagian dari pengkajian sosiolinguistics, dan sekaligus menjadi efek dari sebuah komunitas dwi bahasa (bilingual) dan multibahasa (multilingual) yang ada dalam sebuah kelas pemelajar bahasa. Fenomena berbahasa tersebut melibatkan penggunaan berbagai macam jenis bahasa seperti bahasa lokal/daerah, bahasa nasional, dan bahasa internasional/asing. Adanya kehadiran pemelajar bahasa dari berbagai suku, etnis, dan budaya tentu saja semakin memperbesar kemungkinan terjadinya penggunaan ragam bahasa selama pembelajaran di kelas sehingga dalam berkomunikasi akan terjadi penggunaan lebih dari satu bahasa. Fenomena penggunaan lebih dari satu bahasa dalam proses komunikasi dapat dipahami sebagai fenomena translanguaging dan code-switching. Hal tersebut dimaknai memiliki kesamaan secara tindakan (action)(Sahib, 2019a, p. 26). Sedangkan secara fungsi (function) keduanya berbeda. Translanguaging dimaknai secara fungsi sebagai strategi pedagogic dalam pengajaran bahasa inggris. Penggunaan berbagai macam jenis bahasa dalam sebuah komunikasi di kelas bahasa inggris bertujuan sebagai sarana untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh dosennya(Sahib et al., 2020).

            Adapun fenomena berbahasa tersebut dikenal sebagai istilah translanguaging. Istilah ini pertama kali diciptakan oleh Cen Williams dikutip dalam (García & Leiva, 2014) yang ia gambarkan sebagai praktik pedagogis di mana pelajar diminta untuk mengubah bahasa untuk menerima input dalam satu bahasa dan menghasilkan output dalam bahasa lain. Translanguaging merupakan sebuah strategi pengajaran yang dapat digunakan oleh seorang pengajar bahasa inggris dalam membawakan materinya dengan cara mengakomodasi bahasa lokal, bahasa nasional dalam rangka proses pembelajaran bahasa inggris sebagai bahasa target(Sahib, 2019a, 2019b). Strategi pedagogi tersebut bermaksud memberikan sebuah ruang toleransi bagi mahasiswa pemelajar bahasa inggris yang memiliki kompetensi yang kurang baik dalam memahami materi berbahasa inggris. Sehingga melalui translanguaging terdapat keadilan sekaligus keseimbangan dari segi input yang diperoleh oleh mahasiswa di kelas. Karena secara keadilan dari sisi kesempatan berbicara,semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan perbendaharaan bahasa yang mereka miliki.

            Sehingga secara konsep moderasi dalam berbahasa telah terakomodasi melalui strategi pedagogi yang dikenal sebagai translanguaging. Terdapat sebuah pemberian kesempatan untuk mahasiswa berekspresi terkait materi menggunakan kemampuan bahasa yang dimilikinya. Sesuai dengan hasil studi (Aditya, 2020) menyatakan bahwa moderasi berbahasa menjadi bagian penting untuk mengikat persaudaraan karena saling memberi ruang untuk menyerahkan pilihan pada penutur untuk menggunakan bahasa yang dikehendakinya. Hal tersebut mencerminkan sikap toleransi dari sisi kemampuan mahasiswa yang secara umum pasti memiliki perbedaan. Selain itu, melalui translanguaging dosen dapat memberikan keadilan dari sisi penguasaan kosakata. Sebagaimana salah satu dari alasan penggunaan translanguaging adalah membantu siswa yang rendah dalam kosakata bahasa Inggris untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan siswa di kelas(Sahib, 2019b). Menjaga keadilan dan keseimbangan itu perlu, apalagi dalam bahasa Inggris, kebanyakan siswa tidak bisa berbahasa Inggris karena minimnya kosa kata yang mereka miliki. Oleh karena itu, sebagai seorang guru, materi dan tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa. Guru wajib memberikan tugas sesua porsi agar siswa masih memilki waktu lain untuk mengasah kemampuan berbahasanya yang lain.   

            Translanguaging dianggap bermanfaat dan berguna sebagai strategi untuk menciptakan komunikasi yang baik dan membangun lingkungan yang aman di kelas EFL agar siswa senang dan lebih suka berbicara dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, harus selalu ada sikap moderat berupa fleksibilitas dalam penggunaan bahasa di kelas untuk meningkatkan interaksi, pembelajaran, dan partisipasi siswa, karena kurangnya kompetensi mereka dalam bahasa Inggris menyebabkan mereka menjadi pendiam, pasif, tidak termotivasi, dan kurang percaya diri. Sehingga harus dimulai dengan kesadaran guru untuk menempatkan diri sebagai jalur tengah (mainstreaming) atau memposisikan diri di tengah-tengah seluruh siswa untuk menjaga keseimbangan antar siswa yang memiliki kemampuan berbeda. Guru harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk menyampaikan pendapatnya, sehingga perbedaan dan keragaman tersebut dijadikan bahan dan masukan bagi lembaga untuk terus berinovasi dan berubah, baik dalam menyampaikan materi pembelajaran bahasa inggris maupun dalam memberikan penilaian.

            Tak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pengajaran bahasa inggris, tantangan seorang guru dan dosen dalam membijaksanai kondisi pemelajar di Papua jauh lebih besar dibandingkan pengajar di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat. Sekaligus hal ini menjadi keunggulan pengajar di Papua dibandingkan dengan pengajar yang ada di wilayah lain di Indonesia. Pengajar hebat di Papua tentu jauh lebih hebat dari pengajar hebat yang ada di luar Papua. Karena kemampuan dalam mengelolah proses pembelajaran untuk berbagai macam latar belakang dari setiap siswa yang diajarnya. Ditengah besarnya tantangan sekaligus dihadapkan dengan minimnya fasilitas belajar sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan literasi yang dimilki oleh pemelajar bahasa di Papua. Kondisi tersebut ketika tidak hadapi secara moderat oleh pengajar, maka dapat menimbulkan rendahnya minat belajar dan tingkat ketertinggalan semakin tinggi. Sehingga tepatlah konsep moderasi menjadi sebuah konsep yang dapat menciptakan kesimbangan dalam pembelajaran yang terjadi di Papua. Dan kemampuan pengajar bahasa dalam mengolah perbendaharaan kosakata pemelajar melalui translanguaging menjadi satu hal yang dapat membantu proses moderasi dalam kelas bahasa inggris di Papua bahkan di luar wilayah Papua. Translanguaging sekaligus merupakan wujud moderasi berbahasa di dalam kelas bahasa inggris yang telah memberikan ruang berbahasa bagi pemelajar sehingga dapat berpartisipasi aktif melalui penggunaan bahasa lokal, bahasa nasional, dan bahasa inggris itu sendiri yang merupakan bahasa target.  Selain dari pada itu, wujud translanguaging sebagai moderasi berbahasa di kelas bahasa inggris menciptakan zona aman dan produktif bagi pemelajar dalam merespon materi yang dibawakan oleh pengajar yang berimplikasi pada kebersamaan dalam keberagaman aktivitas bahasa antar pemelajar sebagai penutur bahasa di kelas bahasa inggris.

D. REFLECTIVE PRACTICE WUJUD MODERASI DI KELAS BAHASA INGGRIS

            Seorang pengajar di kelas senantiasa memerlukan berbagai macam pengembangan keterampilan secara professional dalam membawakan materi kepada pemelajar. Pengembangan secara profesional kemampuan dan keterampilan dalam mengajar merupakan sebuah kewajiban mutlak bagi tiap pengajar, termasuk pengajar bahasa inggris. Salah satu bentuk usaha dari seorang pengajar professional dalam meningkatkan kemampuan pedagogiknya adalah dengan menerapkan praktik reflektif (reflective practice). Kegiatan tersebut idealnya merupakan rangkaian aktifitas mengajar dari seorang pengajar setiap kali melaksanakan proses pengajaran kepada pemelajar di kelas, baik itu secara daring maupun luring. Karena melalui aktifitas praktik reflektif atau sering disebut reflektif pengajaran oleh pengajar maka senantiasa akan menjadi ruang evaluasi bagi kemampuan mengajar dan kualitas materi yang di bawakan. Tentu saja proses evaluasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kemampuan seseorang dalam berbuat.

            Aktifitas yang dikenal dengan praktik reflektif(reflective practice) umumnya dikaitkan dengan studi-studi dari pelopor seperti (Dewey, 1933), (Schon, 1983), dan (Thomas S C Farrell, 2003) yang mendefinisikan refleksi sebagai tindakan yang membebaskan praktisi dari impulsif, tindakan kebiasaan dengan maksud untuk memperbaharui cara mengajar. Bagi (Thomas S C Farrell, 2003), refleksi bukanlah pendekatan satu dimensi, melainkan pendekatan holistik yang mencakup aspek intelektual, kognitif dan metakognitif, spiritual, moral, dan emosional dari pengajaran. Mengadopsi praktik reflektif mengharuskan pengajar untuk mengumpulkan data dan memikirkan tindakan mereka untuk meningkatkan praktik pengajaran mereka. Pencapaian praktik reflektif memerlukan latihan berkelanjutan dari kecerdasan, tanggung jawab, dan profesionalisme seorang pengajar (Thomas S C Farrell, 2003). Menurut (Dewey, 1933), praktik reflektif mirip dengan berpikir kritis. Demikian pula, (Boud et al., 1985)mendefinisikan reflektif sebagai aktivitas manusia yang penting di mana orang menangkap kembali pengalaman mereka, memikirkannya, merenungkannya, dan mengevaluasinya. Ekspresi berbeda tetapi makna serupa, (York-Barr et al., 2006) mendefinisikan praktik reflektif sebagai pendekatan inkuiri untuk mengajar yang melibatkan komitmen pribadi untuk pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan. Demikian pula, Glasswell dan Ryan (2017) mendefinisikan reflektifsebagai proses evaluatif yang mengharuskan guru untuk membuat penilaian tentang pekerjaan sehari-hari mereka dan kehidupan profesional mereka, apakah pengajaran dan kinerja profesional mereka memenuhi standar atau tidak.

            (Schon, 1983)lebih lanjut mengembangkan gagasan Dewey tentang praktik reflektif dengan konsep reflektif reflective-in-action dan reflective-on-action. Reflective-in-action mewakili pemikiran dan pemahaman aktif praktisi pada saat mengajar. Proses reflektif ini berkaitan dengan interpretasi dan reaksi guru terhadap apa yang terjadi pada saat pengajaran. Reflective on action, sebaliknya, adalah posteriori dan terjadi setelah tindakan mengajar. Jenis reflektif ini diwujudkan dalam musyawarah pasca tindakan pengajar atas apa yang terjadi di kelas dari mengingat instruksi. Demikian juga, (Killion & Todnem, 1991) mendefinisikan istilah reflective on action sebagai pemikiran tentang tindakan masa depan dengan maksud untuk meningkatkan atau mengubah praktik kita

            Terdapat pula tiga jenis kronologis refleksi yang telah diidentifikasi dalam literatur(Thomas S C Farrell, 2003): reflection-on-action (setelah peristiwa berpikir), reflection-in-action (berpikir sambil melakukan), dan reflection-for-action (berpikir sebelum melakukan); reflection-in-action terjadi ketika masalah mengejutkan muncul dan mengacu pada aktifitas berpikir sambil melaksanakan pengajaran. Reflection-on-action mengacu pada aktifitas mengingat kembali apa yang terjadi dan melakukan kritikan terhadap aktifitas mengajar yang telah dilakukan. Reflection-for-action terjadi setelah dua fase refleksi pertama, atau sebelum tindakan/pengajaran dimana guru memutuskan tindakan apa yang akan diambil di kelas (Thomas Sylvester Charles Farrell, 2013).

            Praktik reflektif wajib bagi guru dan pendidik yang dituntut untuk terus menerus menyegarkan dan memperbaharui pengetahuan dan keterampilan profesional dan pedagogisnya dalam rangka meningkatkan kualitas belajar mengajar. Para guru EFL menganggap praktik reflektif sebagai proses evaluasi terhadap pengalaman mengajar. Mereka semua percaya bahwa latihan reflektif adalah salah satu karakteristik guru yang efektif dan berguna untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Bagaimanapun kurikulum hari ini menuntut proses pengajaran yang professional. Sehingga banyak pengajar mendesain sebuah rencana pengajaran dan kontrak pembelajaran yang menurutnya terbaik dan akan mempermudah pemelajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Namun, tak sedikit pemelajar menemui sebuah desain pembelajaran yang terkesan memaksakan kemampuan siswa dengan situasi kelas yang tidak memadai dari segi fasilitas. Tidak hanya itu, terkadang juga kelas dirancang dengan sebuah regulasi yang cukup ekstrim. Sehingga membuat pemelajar tidak merasa nyaman dan tidak dapat menikmati manfaat dari proses pembelajaran. Tentu saja akan berdampak pada hasil belajar dan pengembangan kemampuan dari pemelajar. Berdasarkan fenomena di atas memperlihatkan bahwa perlu sebuah tindakan yang dapat menciptakan keseimbangan, keadilan, dan toleransi. Oleh karena itu perlunya praktik reflektif atau reflektif pengajaran oleh pengajar dalam rangka melakukan evaluasi dan perenungan terkait kemampuan dalam membawakan materinya. Aktifitas reflektif tersebut memperlihatkan sisi moderat dari seorang pengajar. Karena melalui proses reflektif akan membuat seorang pengajar terus secara aktif melakukan perbaikan dan pembaharuan agar tercipta keadilan dan keseimbangan bagi pemelajarnya. Sikap moderat dalam mendesain kelas beserta menetapkan regulasi dapat menciptakan toleransi, keadilan dan keseimbangan bagi pemelajar di dalam kelas. Dengan demikian tercipta atmosfir kelas yang sehat dan minat belajar semakin meningkat.

            Pengajar wajib memastikan ketersampaian makna instruksi yang disampaikan kepada siswa. Pengajar kemudian merefleksikan pertemuan (reflective practice)atau setelah pertemuan berakhir. Kemudian mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dihadapi dalam pembelajaran serta mencari solusi dari masalah pemelajar tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh (McTighe & Wiggins, 2012) bahwa tujuan moderasi adalah untuk membuat keputusan yang konsisten, valid, berbasis bukti. Sebagai hasil dari reflective practice maka perlu adanya modifikasi agar senantiasa ada perbaikan berdasarkan perkembangan situasi kelas. Proses merefleksi, mengevalusi, memperbaiki, merupakan bentuk dari penerapan konsep moderasi. Menciptakan suasana yang moderat untuk proses pembelajaran yang lebih humanis dan komprehensif.            

E. PENUTUP

            Ruang kelas bahasa inggris menjadi salah satu setting bagi praktik penerapan unsur moderasi. Moderasi tidak hanya sebatas dalam beragama, namun juga dapat menyentuh aspek lain, seperti aktifitas pengajaran di kelas bahasa inggris di Papua. Penerapan konsep keseimbangan, keadilan, dan toleransi dalam melaksanakan proses pedagogic cukup memberi informasi baru bagi para unsur pendidikan khususnya pengajar bahasa inggris. Implementasi konsep wasathiyah tidak hanya dapat diterapkan pada proses pengajaran di kelas, namun dimulai dari proses perencanaan, pengajaran, hingga tahap evaluasi pembelajaran. Pentingnya sikap toleransi seorang pengajar terhadap keterbatasan pemelajarnya. Serta sikap keadilan dan keseimbangan semakin memberikan kesempatan yang merata bagi pemelajar untuk dapat memiliki kesetaraan dalam berkontribusi sesuai kemampuan terhadap materi yang dibawakan oleh pengajarnya.

            Kemajemukan pemelajar bahasa inggris di Papua semakin memberikan kesempatan besar bagi pengajar untuk dapat menerapkan konsep moderasi berbahasa. Pengajar bahasa inggris dalam merencanakan pembelajaran senantiasa memerlukan modifikasi atau penyesuaian terhadap situasi kelasnya. Selain itu, pengajar bahasa inggris harus mampu memahami situasi pemelajarnya. Dimana kemampuan merangkul perbedaan dari pemelajar melalui konsep moderasi harus dapat dimaknai secara mendalam dan paripurna selama proses pengajaran di kelas bahasa inggris di Papua. Sebuah situasi multikultur dan multibahasa menjadikan pengajar di Papua lebih memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi berbagai fenomena pengajaran bahasa inggris dan fenomena berbahasa yang berpotensi muncul sebagai penghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Melalui konsep moderasi, pengajaran bahasa inggris menjadi lebih fleksibel dari segi metode pengajaran dan motode pengelolaan kelas, dan tetap mengedepankan pencapaian tujuan pembelajaran bagi pemelajar. Serta penerapan moderasi dalam penilaian adalah bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan konsisten, valid, dan berbasis bukti.

            Konsep moderasi dalam berbahasa telah terakomodasi melalui strategi pedagogi yang dikenal sebagai translanguaging. Terdapat sebuah pemberian kesempatan untuk mahasiswa berekspresi terkait materi menggunakan kemampuan bahasa yang dimilikinya dalam mempelajari bahasa target yakni, bahasa inggris. Selain dari translanguaging sebagai strategi pedagogi dalam mempelajari bahasa inggris. Translanguaging pula merupakan ruang aman dan produktif bagi pemelajar bahasa inggris yang memiliki kemampuan sedang dalam kosakata bahasa inggris. Melalui konsep moderasi berbahasa, translanguaging menjadi satu alternative seorang pengajar dan pemelajar untuk dapat menciptakan proses komunikasi secara komprehensif di dalam kelas bahasa inggris. Adanya kesempatan secara merata bagi pemelajar untuk merespon pembicaraan pengajar maupun rekan pemelajarnya menggunakan language repertoire yang dimilikinya. Dengan demikian tercipta satu rasa adil bagi seluruh pemelajar di kelas bahasa inggris di Papua. Selain dari itu, kemampuan pengajar dalam melakukan pembaharuan, perbaikan dari strategi mengajar dan bahan ajarnya merupakan satu hal vital yang menjadi bagian dari konsep moderasi di dalam kelas bahasa inggris. Melalui aktifitas praktik reflektif, pengajar akan lebih peka terhadap kesulitan atau kekurangan yang terjadi selama proses pengajaran berlangsung. Baik itu kekurangan dari metode mengajar, ataupun kekurangan yang dimiliki oleh pemelajarnya. Pengajar harus lebih peka terhadap kondisi kelas dan pemelajarnya agar tercipta situasi kelas yang mengandung unsur keadilan, keseimbangan, dan toleransi. Dengan demikian  moderasi berbahasa di kelas bahasa inggris dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

(VCAA), V. C. and A. A. (2002). Victorian Curriculum and Assessment Authority annual report [2001-02-2019-20].

Aditya, F. (2020). MODERASI BAHASA DALAM LINGKUNGAN KELUARGA BEDA ETNIK (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances). ICRHD :Journal of International Conference On Religion, Humanity and Development, 1(1), 143–154.

Ash-Shallabi, A. M. (2020). Wasathiyah Dalam Al-Qur’an: Nilai-nilai Moderasi Islam dalam Akidah, Syariat, dan Akhlak. Pustaka Al-kautsar.

Boud, D., Keogh, R., & Walker, D. (1985). Reflection: Turning experience into learning (1st ed.). Routledge.

Dewey, J. (1933). How We Think; a restatement of the relation of reflective thinking to the educative process (Vol. 72). D.C. Heath and company. https://openlibrary.org/books/OL6295188M/How_we_think#editions-list

Farrell, Thomas S C. (2003). Reflective practice in action: 80 reflection breaks for busy teachers. Corwin Press.

Farrell, Thomas Sylvester Charles. (2013). Reflective writing for language teachers. Equinox Sheffield.

García, O., & Leiva, C. (2014). Theorizing and enacting translanguaging for social justice. In Heteroglossia as practice and pedagogy (pp. 199–216). Springer.

Hassan, K. (2011). Voice of Islamic moderation from the Malay world.

Hoveyda, F. (2001). ‘ Moderate Islamists’? American Foreign Policy Interests, 23(2), 53–59. https://doi.org/https://doi.org/10.1080/1080392017504 63290

Irveanty, M. (2013). Integrasi nilai-nilai karakter islami dalam pembelajaran bahasa inggris di SMAN Banjarbaru. Pascasarjana.

Khamdan, N. (2009). Integrasi Pengajaran Bahasa Inggris dengan Nilai-nilai Islami di SMP Islam Al-Azhar 15 Cilacap. DISERTASI Dan TESIS Program Pascasarjana UM.

Killion, J. P., & Todnem, G. R. (1991). A process for personal theory building. Educational Leadership, 48(6), 14–16.

McTighe, J., & Wiggins, G. (2012). Understanding by design framework. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Pelu, Hanafi, Mahmud, M., Nur, S., & Salija, K. (2022). THE IMPLEMENTATION OF MODERATION BASED INSTRUCTIONAL IN TEACHING ENGLISH. Uniqbu Journal of Social Sciences (UJJS), 3(1), 11–30.

Pelu, Hanafie, Mahmud, M., Nur, S., & Salija, K. (2021). instructions in teaching English at INDONESIAN EDUCATIONAL. Models of Moderation Based Instructions in Teaching English at Islamic Senior High Schools in Makassar, 24(2), 94–114. https://doi.org/http10.26858/ijes.v24i2.29795

Rohman, A. (2017). Pesantren as a Basis for Internalization of Pluralistic Values for Preparing a Democratic Citizens in a Diverse Society. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 25(2), 419–442.

Sahib, R. Bin. (2019a). THE USE OF TRANSLANGUAGING AS A PEDAGOGICAL STRATEGY IN EFL CLASSROOM: A CASE STUDY AT BULUKUMBA REGENCY. LET: Linguistics, Literature and English Teaching Journal, 9(2), 154-180. https://doi.org/10.18592/let.v9i2.3124

Sahib, R. (2019b). Translanguaging as a Pedagogical Strategy in EFL Classroom. ELT-Lectura, 6(2), 139–146. https://doi.org/https://doi.org/10.31849/elt-lectura.v6i2.3032

Sahib, R., Ukka, S., Nawing, N., & Sari, H. (2020). West Papuan Teachers ’ Perceptions on Translanguaging Practices in EFL Classroom Interaction. ELT-Lectura, 7(2), 73–84.

Saifuddin, L. H. (2019). moderasi beragama kemenak RI. In Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Gedung Kementerian Agama RI.

Schon, D. A. (1983). The Reflective Practitioner: How Professionals Think in Action. Basic books.

Siregar, H. I. (2019). Aktualisasi Nilai Nilai Moderasi Islam Dalam Sistem Kekeluargaan Masyarakat Dalihan Natolu. In 1 (Ed.), Moderasi Beragama; Dari Indonesia untuk Dunia (pp. 143–173). LKiS.

Suharto, B., & Et.all. (2019). Moderasi Beragama;Dari Indonesia Untuk Dunia. LKiS. https://books.google.co.id/books?id=V34SEAAAQBAJ

Xiaojing, X., Badakhshan, E., & Fathi, J. (2022). Exploring Teacher Reflection in the English as a Foreign Language Context: Testing Factor Structure and Measurement Invariance. Frontiers in Psychology, 12(February), 1–12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.828901

York-Barr, J., Sommers, W. A., Ghere, G. S., & Montie, J. (2006). Reflective practice to improve schools: An action guide for educators (2nd ed.). Corwin Press.

Zainuri, A. (2018). Proses Pemerolehan Bahasa Kedua atau Bahasa Asing. Kolom Ilmu. https://www.azid45.web.id/2018/05/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *